Rabu, 04 Maret 2009

optimalisasi "kerbau rawa" sebagai flasma nutfah di kalimantan selatan

RINGKASAN
M. Rafie, Fahriyal Noor dan Rahmadani Ansyari (di bawah bimbingan: Achmad Jaelani). 2009. Optimalisasi Produksi Kerbau Rawa sebagai Plasma Nutfah perlu dilestarikan.

Kerbau rawa sebagai ternak asli Kalimantan Selatan pada dasarnya memiliki potensi untuk dikembangkan di daerah Kalimantan Selatan yang sebagian besar adalah daerah rawa. Namun ada bebarapa kendala dalam pengembangannya meliputi pertumbuhan yang lambat dan terjadinya inbreeding yang dapat menurunkan mutu bibit. Pemeliharaan kerbau rawa secara tradisional dengan memakan hijauan yang ada di alam menyebabkan lama kelamaan persediaannya akan habis, apalagi tidak ada penanaman ulang sehingga kualitas pakan perlu diperhatikan.

Alternatif yang dapat ditempuh melalui pengembangan ternak harus sesuai dengan potensi daerah yang didukung dengan perbaikan teknologi (bibit, manajemen, pakan) dan dapat diarahkan sebagai objekwisata serta perlunya pembinaan rawa sebagai Plasma Nutfah yang perlu dilestarikan. Tujuan penulisan untuk mengetahui potensi dan kendala pengembangan kerbau rawa serta untuk mengetahui alternatif untuk optimalisasi produksi kerbau rawa sebagai plasma nutfah yang dilestarikakan. Manfaat yang diharapkan yaitu sosialisasi kerbau rawa sebagai plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan pengembangan ipteks di mana peternak mengetahui upaya optimalisasi produksi kerbau rawa yang selama ini dipelihara secara tradisional.

Telaah pustaka membahas sistematika kerbau rawa mulai dari filum hingga spesies. Karakteristik kerbau rawa membahas ciri spesifik kerbau rawa seperti tanduk, warna, bentuk badan, bobot badan, dan cara hidup kerbau rawa.

Karakteristik reproduksi kerbau rawa, anatomi kerbau rawa betina sama dengan sapi kecuali ovarium yang kecil sedangkan uterus lebih besar dari pada sapi betina (Toelihere, 1993). Organ reproduksi jantan sama dengan sapi. Namun ada beberapa perbedaan di penis, umbilicalis, scortum dan proeputium. Kerbau jantan melayani betina untuk 5,5 tahun sampai umur 10 tahun (Toelihere, 1993). Puberetas pertama yaitu 3 – 4 tahun diperkirakan konsepsi pertama pada umur 2 – 3 tahun. Umur konsepsi pertama dijadikan patokan sebagai umur dewasa kelamin dengan asumsi lama kebuntingan selama 12 tahun (Landhanie, 2005). Siklus birahi kerbau rawa tidak diketahui pasti, karena selalu berendam di air rawa dan lama birahi pada kerbau rawa selama 7 hari (Landhanie, 2005). Lama kebuntingan kerbau rawa satu tahun (Toelihere, 1981). Birahi kembali terjadi secara 3 – 5 bulan atau rata-rata selama 4 bulan setelah melahirkan (Landhanie, 2005). Calving Interval berlangsung selama 18 – 24 bulan. Daya reproduksi kerbau mampu hidup lebih dari 20 tahun. Genetika kerbau rawa mempunyai 24 pasang kromosom (48 kromosom), kerbau sungai 25 pasang (50 kromosom).

Karakteristik sistem pemeliharaan kerbau rawa dilakukan secara ekstensif yaitu dengan mengembalakan kerbau secara bebas di padang pengembalaan. Sehingga faktor musim sangat berpengaruh dan menggunakan kalang untuk kerbau istirahat. Lingkungan hidup kerbau rawa terbagi dua macam selama setahun yakni selama level air pasang dan pada level air surut.

Pakan kerbau berupa rumput di permukaan dan sesekali menyelam di rawa dan secara bebas memilih renggutan hijauan yang disukainya, karena kerbau memiliki daya cerna serat kasar tinggi sehingga mampu memanfaatkan rumput yang berkualitas rendah.

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan kerbau rawa diantaranya, lamanya umur beranak pertama yakni 4 tahun sehingga produksi rendah sistem pemeliharaan tradisional, kurangnya penyediaan pakan, areal gembala semakin berkurang dan tidak seimbangnya antara kelahiran dan kematian dipotong.

Mengupayakan optimalisasi kerbau rawa melalui pengadaan dan pengembangan bibit kerbau, pemuliabiakan untuk mencari bibit yang baik dan mengupayakan perlindungan, pelestarian dan pengelolaan ternak kerbau berkelanjutan.

Beberapa pemecahan masalah dalam pengembangan potensi kerbau rawa ialah perbaikan manajemen baik pakan maupun kandang, melakukan pencatatan, pengadaan BIB dan BBC sebagai pusat pembibitan pengembangan kerbau melakukan sosialisasi melalui Balai Penyuluhan Peternakan baik pemeriksaan klinis hingga pemberantasan penyakit serta melakukan pembinaan kepada peternak.

Simpulan yang diambil yaitu kerbau rawa sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi plasma nutfah yang patut dilestarikan. Selain didukung potensi tersebut tentu ada beberapa kendala dalam pengembangannya yang dapat diberikan solusi melalui beberapa alternatif untuk mendukung optimalisasi produksi kerbau rawa di Kalimantan Selatan.

Disarankan program pengembangan kerbau rawa hendaknya mendapatkan prioritas baik dari pemerintah pusat atau daerah dan sebaiknya optimalisasi produksi dapat dipercepat dengan adopsi teknologi pada bidang bibit, manajemen, dan pakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar